KOMUNIKASI DAN MOTIVASI
I.
DESKRIPSI SINGKAT
Dari
semua pengetahuan dan keterampilan yang kita miliki, pengetahuan dan
keterampilan yang menyangkut komunikasi termasuk di antara yang paling penting
dan berguna. Melalui komunikasi intrapribadi
kita berbicara dengan diri sendiri, mengenal diri sendiri, mengevaluasi diri
sendiri tentang ini dan itu, mempertimbangkan keputusan-keputusan yang akan
diambil dan menyiapkan pesan-pesan yang akan kita sampaikan kepada orang lain.
Melalui komunikasi antar pribadi kita berinteraksi dengan orang lain, mengenal
mereka dan diri kita sendiri, dan mengungkapkan diri sendiri kepada orang lain.
Apakah kepada pimpinan, teman sekerja, teman seprofesi, kekasih, atau anggota
keluarga, melalui komunikasi antar pribadilah kita membina, memelihara,
kadang-kadang merusak (dan ada kalangnya memperbaiki) hubungan pribadi kita.
II. TUJUAN PEMBELAJARAN
A. Tujuan pembelajaran umum:
Setelah mengikuti
pelatihan ini peserta mampu melaksanakan komunikasi dan motivasi dengan baik.
B. Tujuan pembelajaran khusus :
Setelah mengikuti
pelatihan ini peserta mampu:
1. Menjelaskan tentang komunikasi.
2. Menjelaskan tentang teori motivasi
III. POKOK BAHASAN dan SUB POKOK BAHASAN
Untuk mencapai tujuan pembelajaran, maka modul ini membahas tentang:
1.
Komunikasi
a. Pengertian, komponen, dan tujuan komunikasi
b. Prinsip-prinsip komunikasi
c. Persepsi dalam kontek komunikasi
2.
Motivasi
a. Pengertian
b. Teori kepuasaan
c. Teori proses
d. Kegagalan dalam memotivasi (catatan)
IV.
BAHAN BELAJAR
1.
Larry King, Bill Gilbert, Seni Berbicara: kepada
siapa saja, kapan saja, dimana saja (editor Tanti Lesmana), PT Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta 2002.
2.
R. Wayne Pace, Don F. Faulos, Komunikasi Organisasi:
Strategi meningkatkan kinerja perusahaan (editor Deddy Mulyana, MA, Ph.D.), PT
Remaja Rosdakarya Bandung 2002.
3.
Joseph A. Devito; Komunikasi antar manusia (edisi
kelima), Profesional Books, Jakarta, 1997.
4.
Deborah Tannen, Seni komunikasi Efektif: membangun
relasi dengan membina gaya percakapan, (alih bahasa dra. Amitya Komara), PT
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 1996.
5.
Prof. Dr. Astrid S. Susanto-Sunarto; Globalisasi dan
komunikasi, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta 1995.
6. Charles V. Larson; Persuasion: Perception and
Responsibility (fourth Edition), Wadsworth Publishing Company, California 1986.
V. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
Langkah 1
Menciptakan suasana nyaman dan
mendorong kesiapan peserta untuk menerima materi. Ini bisa dilakukan dengan
fasilitator mempekenalkan diri dan berusaha untuk mengenali peserta. Selama
interaksi awal ini upayakan menangkap sesuatu yang terobservasi dan dikaitkan
dengan materi komunikasi dan motivasi, bangkitkan kehadiran yang utuh pada sesi
ini dan peluang untuk mendapatkan manfaat jika interaksi ini bersifat parsipatoris.
Langkah 2
Pokok bahasan 1, sub pokok bahasan a: Pengertian, komponen, dan tujuan komunikasi
Kegiatan fasilitator:
Apapun yang terjadi pada kegiatan
1, gunakan itu sebagai awal untuk memulai mengantarkan peserta lebih mendalami
lagi proses komunikasi antar manusia.
1. Fasilitator membagikan materi yang akan
dipelajari/dikaji bersama. Mulailah
dengan menggali komponen-komponen dari proses komunikasi antar manusia menurut
pemahaman peserta. Peserta diminta untuk mempelajari gambar model komunikasi universal dan lakukan curah
pendapat dengan melakukan pertanyaan-pertanyaan.
2. Membagi peserta ke dalam beberapa
kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 5 sampai 6 orang. Tugas kelompok:
menyusun model diagram dari elemen/komponen komunikasi dari salah satu situasi
komunikasi
3. Memfasilitasi kegiatan diskusi
kelompok.
Kegiatan peserta:
1. Peserta mempelajari materi yang
akan dipelajari/dikaji bersama kemudian mempelajari gambar model komunikasi universal dan lakukan curah
pendapat dengan melakukan pertanyaan-pertanyaan.
2. Melakukan diskusi kelompok untuk
menyusun model diagram dari elemen/komponen komunikasi dari salah satu situasi
komunikasi.
3. Mempresentasikan hasil diskusi
kelompok.
Langkah 3
Pokok
bahasan 1, sub pokok bahasan b: Prinsip-prinsip komunikasi
Kegiatan fasilitator:
1. Fasilitator memberi kesempatan untuk
mempelajari sub pokok bahasan b.
2. Untuk membantu peserta memahami
prinsip-prinsip komunikasi antar manusia secara lebih baik atau pada situasi
yang aktual, pada kegiatan ini dilakukan bermain peran (role play), bermain peran (role
play) dapat dilakukan dengan meminta beberapa peserta memperagakan
interaksi atau situasi komunikasi antara seorang pejabat fungsional yang sedang
melaksanakan fungsi pelayanannya pada beberapa konsumen (masyarakat).
3. Peserta yang lain dibagi diri dalam beberapa
kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 3—4 orang untuk memusatkan
perhatian pada satu atau dua prinsip komunikasi.
Kegiatan peserta:
1. Mempelajari materi sub pokok
bahasan b.
2.
Melakukan kegiatan bermain peran dengan
memperagakan interaksi atau situasi komunikasi antara seorang pejabat
fungsional yang sedang melaksanakan fungsi pelayanannya pada beberapa konsumen
(masyarakat).
3.
Membahas dalam diskusi kelompok untuk
memusatkan perhatian pada satu atau dua prinsip komunikasi.
4. Mempresentasikan hasil diskusi
kelompok dan didiskusikan.
Langkah 4
Pokok bahasan 1,
sub pokok bahasan c: Persepsi dalam kontek komunikasi dan pokok bahasan 2:
Motivasi
Kegiatan
fasilitator:
1.
Fasilitator memberi kesempatan untuk
mempelajari mengenai sub pokok bahasan c dan pokok bahasan 2.
2.
Peserta dibagi dalam beberapa kelompok,
masing-masing kelompok terdiri dari 3—4 orang. Fasilitator memberikan beberapa
contoh perilaku dan membahas apakah perilaku orang tersebut disebabkan oleh
faktor internal atau eksternal serta mengidentifikasikan informasi yang
terkandung dalam uraian perilaku.
3.
Meminta peserta memberikan penjelasan
menurut teori kepuasan dan teori proses.
Kegiatan peserta:
1. Mempelajari materi sub pokok
bahasan b.
2.
Membagi diri dalam beberapa kelompok,
masing-masing kelompok terdiri dari 3—4 orang. Mempelajari beberapa contoh
perilaku dan membahas apakah perilaku orang tersebut disebabkan oleh faktor
internal atau eksternal serta mengidentifikasikan informasi yang terkandung
dalam uraian perilaku.
3.
Meminta peserta memberikan penjelasan
menurut teori kepuasan dan teori proses.
Langkah 5
Refleksikan kegiatan selama sesi
berlangsung. Berikan kesempatan pada peserta untuk mengungkapkan hasil
belajarnya dan memberikan rekomendasi kepada fasilitator atau penyelenggara
agar sesi yang akan datang dapat lebih memberikan iklim yang kondusif dalam
proses pembelajaran.
Akhir kegiatan, fasilitator
melakukan umpan balik terhadap hasil belajar yang dicapai pada akhir sesi.
Komentar lisan dicatat. Tayangkan catatan hasil belajar, lakukan klarifikasi
dan simpulan seperlunya. Berikan penghargaan kepada peserta atas partisipasinya
selama sesi berlangsung.
VI. URAIAN
MATERI
POKOK BAHASAN 1. KOMUNIKASI
A. Pengertian
komunikasi, komponen dan tujuan komunikasi
1. Pengertian Komunikasi
Pengertian komunikasi sudah banyak didefinisikan oleh
banyak orang, jumlahnya sebanyak orang yang mendifinisikannya. Dari banyak
pengertian tersebut jika dianalisis pada prinsipnya dapat disimpulkan bahwa
komunikasi mengacu pada tindakan, oleh satu orang atau lebih, yang mengirim dan
menerima pesan yang terdistorsi oleh gangguan (noise), terjadi dalam suatu
konteks tertentu, mempunyai pengaruh tertentu, dan ada kesempatan untuk
melakukan umpan balik.
Gambar berikut menggambarkan apa yang dapat kita namakan
model universal komunikasi. Ini mengandung elemen-elemen yang ada dalam setiap
tindak komunikasi, terlepas dari apakah itu bersifat intrapribadi,
antarpribadi, kelompok kecil, pidato terbuka, atau komunikasi masa.
2. Komponen
Komunikasi
a. Lingkungan komunikasi
Lingkungan
(konteks) komunikasi setidak-tidaknya memiliki tiga dimensi:
1. Fisik, adalah ruang dimana komunikasi
berlangsung yang nyata atau berwujud.
2.
Sosial-psikoilogis, meliputi,
misalnya tata hubungan status di antara mereka yang terlibat, peran yang
dijalankan orang, serta aturan budaya masyarakat di mana mereka berkomunikasi.
Lingkungan atau konteks ini juga mencakup rasa persahabatan atau permusuhan,
formalitas atau informalitas, serius atau senda gurau,
3.
Temporal (waktu), mencakup waktu dalam hitungan jam, hari, atau
sejarah dimana komunikasi berlangsung.
Ketiga dimensi lingkungan ini
saling berinteraksi; masing-masing mempengaruhi dan dipengaruhi oleh yang lain.
Sebagai contoh, terlambat memenuhi janji dengan seseorang (dimensi temporal), dapat
mengakibatkan berubahnya suasana persahabatan-permusuhan (dimensi sosial-psikologis), yang
kemudian dapat menyebabkan perubahan kedekatan fisik dan pemilihan rumah makan
untuk makan malam (dimensi fisik).
Perubahan-perubahan tersebut dapat menimbulkan banyak perubahan lain. Proses
komunikasi tidak pernah statis.
b. Sumber-Penerima
Kita
menggunakan istilah sumber-penerima sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan
untuk menegaskan bahwa setiap orang yang terlibat dalam komunikasi adalah
sumber (atau pembicara) sekaligus penerima (atau pendengar). Anda mengirimkan
pesan ketika anda berbicara, menulis, atau memberikan isyarat tubuh. Anda
menerima pesan dengan mendengarkan, membaca, membaui, dan sebagainya.
Tetapi, ketika anda
mengirimkan pesan, anda juga menerima pesan. Anda menerima pesan anda sendiri
(anda mendengar diri sendiri, merasakan gerakan anda sendiri, dan melihat
banyak isyarat tubuh anda sendiri) dan anda menerima pesan dari orang lain
(secara visual, melalui pendengaran, atau bahkan melalui rabaan dan penciuman).
Ketika anda berbicara dengan orang lain, anda memandangnya untuk mendapatkan
tanggapan (untuk mendapatkan dukungan, pengertian, simpati, persetujuan, dan
sebagainya). Ketika anda menyerap isyarat-isyarat non-verbal ini, anda
menjalankan fungsi penerima.
c. Enkoding-Dekoding
Dalam ilmu komunikasi kita
menamai tindakan menghasilkan pesan (misalnya, berbicara atau menulis) sebagai enkoding (encoding). Dengan
menuangkan gagasan-gagasan kita ke dalam gelombang suara atau ke atas selembar
kertas, kita menjelmakan gagasan-gagasan tadi ke dalam kode tertentu. Jadi,
kita melakukan enkoding.
Kita menamai tindakan menerima
pesan (misalnya, mendengarkan atau membaca) sebagai dekoding (decoding). Dengan menerjemahkan
gelombang suara atau kata-kata di atas kertas menjadi gagasan, anda menguraikan
kode tadi. Jadi, anda melakukan dekoding.
Oleh karenanya kita menamai
pembicara atau penulis sebagai enkoder (encoder), dan pendengar atau pembaca
sebagai dekoder (decoder). Seperti halnya
sumber-penerima, kita menuliskan enkoding-dekoding sebagai satu kesatuan yang
tak terpisahkan untuk menegaskan bahwa anda menjalankan fungsi-fungsi ini
secara simultan. Ketika anda berbicara (enkoding), anda juga menyerap tanggapan
dari pendengar (dekoding).
d. Kompetensi Komunikasi
Kompetensi
komunikasi mengacu pada kemampuan anda untuk berkomunikasi secara efektif
(Spitzberg dan Cupach, 1989). Kompetensi ini mencakup hal-hal seperti pengetahuan
tentang peran lingkungan (konteks)
dalam mempengaruhi kandungan (content)
dan bentuk pesan komunikasi (misalnya, pengetahuan bahwa suatu topik mungkin
layak dikomunikasikan kepada pendengar tertentu di lingkungan tertentu, tetapi
mungkin tidak layak bagi pendengar dan lingkungan yang lain). Pengetabuan
tentang tatacara perilaku nonverbal (misalnya kepatutan sentuhan, suara yang
keras, serta kedekatan fisik) juga merupakan bagian dari kompetensi komunikasi.
Dengan meningkatkan kompetensi
anda, anda akan mempunyai banyak pilihan berperilaku. Makin banyak anda tahu
tentang komunikasi (artinya, makin tinggi kompetensi anda), makin banyak
pilihan, yang anda punyai untuk melakukan komunikasi sehari-hari. Proses ini
serupa dengan proses mempelajari perbendaharaan kata: Makin banyak kata anda
ketahui (artinya, makin tinggi kompetensi perbendaharaan kata anda), makin
banyak cara yang anda miliki untuk mengungkapkan diri.
e. Pesan
Pesan
komunikasi dapat mempunyai banyak bentuk. Kita mengirimkan dan menerima pesan
ini melalui salah satu atau kombinasi tertentu dari panca indra kita. Walaupun
biasanya kita menganggap pesan selalu dalam bentuk verbal (lisan atau tertulis), ini bukanlah satu-satunya jenis
pesan. Kita juga berkomunikasi secara nonverbal
(tanpa kata). Sebagai contoh, busana yang kita kenakan, seperti juga cara
kita berjalan, berjabatan tangan, menggelengkan kepala, menyisir rambut, duduk,
dan. tersenyum. Pendeknya, segala hal yang kita ungkapkan dalam melakukan
komunikasi.
f. Saluran
Saluran
komunikasi adalah media yang dilalui pesan. Jarang sekali komunikasi
berlangsung melalui hanya satu saluran, kita menggunakan dua, tiga, atau empat
saluran yang berbeda secara simultan. Sebagai contoh, dalam interaksi tatap
muka kita berbicara dan mendengarkan (saluran
suara), tetapi kita juga memberikan isyarat tubuh dan menerima isyarat ini
secara visual (saluran visual). Kita
juga memancarkan dan mencium bau-bauan (saluran
olfaktori). Seringkali kita saling menyentuh, ini pun komunikasi (saluran taktil).
g. Umpan
Balik
Umpan
balik adalah informasi yang dikirimkan balik ke sumbernya. Umpan balik dapat
berasal dari anda sendiri atau dari orang lain. Dalam diagram universal
komunikasi tanda panah dari satu sumber-penerima ke sumber-penerima yang lain
dalam kedua arah adalah umpan balik. Bila anda menyampaikan pesan misalnya,
dengan cara berbicara kepada orang lain anda juga mendengar diri anda sendiri.
Artinya, anda menerima umpan balik dari pesan anda sendiri. Anda mendengar apa
yang anda katakan, anda merasakan gerakan anda, anda melihat apa yang anda
tulis.
Selain umpan balik sendiri
ini, anda menerima umpan balik dari orang lain. Umpan balik ini dapat datang
dalam berbagai bentuk: Kerutan dahi atau senyuman, anggukan atau gelengan
kepala, tepukan di bahu atau tamparan di pipi, semuanya adalah bentuk umpan
balik.
h. Gangguan
Gangguan (noise) adalah gangguan dalam komunikasi
yang mendistorsi pesan. Gangguan menghalangi penerima dalam menerima pesan dan
sumber dalam mengirimkan pesan. Gangguan dikatakan ada dalam suatu sistem
komunikasi bila ini membuat pesan yang disampaikan berbeda dengan pesan yang
diterima.
Gangguan ini dapat berupa
gangguan fisik (ada orang lain
berbicara), psikologis (pemikiran
yang sudah ada di kepala kita), atau semantik
(salah mengartikan makna). Tabel dibawah menyajikan ketiga macam gangguan
ini secara lebih rinci.
Macam
|
Definsi
|
Contoh
|
Fisik
|
Interferensi dengan transmisi fisik isyarat atau
pesan lain
|
Desingan mobil yang lewat, dengungan komputer,
kacamata
|
Psikollogis
|
Interferensi kognitif
atau mental
|
Prasangka dan bias pada sumber-penerima, pikiran
yang sempit
|
Semantik
|
Pembicaraan dan pendengar memberi arti yang
berlainan
|
Orang berbicara dengan bahasa yang berbeda,
menggunakan jargon atau istilah yang terlalu rumit yang tidak dipahami
pendengar
|
Gangguan dalam komunikasi
tidak terhindarkan. Semua komunikasi mengandung gangguan, dan walaupun kita
tidak dapat meniadakannya samasekali, kita dapat mengurangi gangguan dan
dampaknya. Menggunakan bahasa yang lebih akurat, mempelajari keterampilan
mengirim dan menerima pesan nonverbal, serta meningkatkan keterampilan
mendengarkan dan menerima serta mengirimkan umpan balik adalah beberapa cara
untuk menanggulangi gangguan.
i. Efek
Komunikasi
Komunikasi selalu mempunyai
efek atau dampak atas satu atau lebih orang yang terlibat dalam tindak
komunikasi. Pada setiap tindak komunikasi selalu ada konsekuensi. Sebagai
contoh, anda mungkin memperoleh pengetahuan atau belajar bagaimana
menganalisis, melakukan sintesis, atau mengevaluasi sesuatu; ini adalah efek
atau dampak intelektual atau kognitif. Kedua, anda mungkin
memperoleh sikap baru atau mengubah sikap, keyakinan, emosi, dan perasaan anda;
ini adalah dampak afektif. Ketiga,
anda mungkin memperoleh cara-cara atau gerakan baru seperti cara melemparkan
bola atau melukis, selain juga perilaku verbal dan noverbal yang patut; ini
adalah dampak atau efek psikomotorik.
j. Etik
dan Kebebasan Memilih
Karena
komunikasi mempunyai dampak, maka ada masalah etik di sini. Karena komunikasi
mengandung konsekuensi, maka ada aspek benar-salah dalam setiap tindak
komunikasi. Tidak seperti prinsip-prinsip komunikasi yang efektif,
prinsip-prinsip komunikasi yang etis sulit dirumuskan.
Seringkali kita dapat mengamati dampak komunikasi, dan
berdasarkan pengamatan ini, merumuskan prinsip-prinsip komunikasi yang efektif.
Tetapi, kita tidak dapat mengamati kebenaran atau ketidakbenaran suatu tindak
komunikasi.
Dimensi etik dari komunikasi
makin rumit karena etik begitu terkaitnya dengan falsafah hidup pribadi
seseorang sehingga sukar untuk menyarankan pedoman yang berlaku bagi setiap
orang. Meskipun sukar, pertimbangan etik tetaplah merupakan bagian integral
dalam setiap tindak komunikasi. Keputusan yang kita ambil dalam hal komunikasi
haruslah dipedomani oleh apa yang kita anggap benar di samping juga oleh apa
yang kita anggap efektif.
Apakah komunikasi itu etis
atau tidak etis, landasannya adalah gagasan kebebasan memilih serta asumsi
bahwa setiap orang mempunyai hak untuk menentukan pilihannya sendiri. Komunikasi dikatakan etis bila menjamin
kebebasan memilih seseorang dengan memberikan kepada orang tersebut dasar
pemilihan yang akurat. Komunikasi
dikatakan tidak etis bila mengganggu kebebasan memilih seseorang dengan
menghalangi orang tersebut untuk mendapatkan informasi yang relevan dalam
menentukan pilihan. Oleh karenanya, komunikasi yang tidak etis adalah
komunikasi yang memaksa seseorang (1) mengambil pilihan yang secara normal
tidak akan dipilihnya atau (2) tidak mengambil pilihan yang secara normal akan
dipilihnya. Sebagai contoh, seorang pejabat rekruting perusahaan mungkin saja
membesar-besarkan manfaat bekerja di Perusahaan X dan dengan demikian mendorong
anda untuk menentukan pilihan yang secara normal tidak akan anda ambil (jika
saja anda mengetahui fakta-fakta sebenarnya).
Dalam etik yang didasarkan
atas kebebasan memilih ini, ada beberapa persyaratan. Kita mengasumsikan bahwa
orang-orang ini sudah cukup umur dan berada dalam kondisi mental yang
memungkinkan mereka melaksanakan pilihan secara bebas. Selanjutnya, kita
mengasumsikan bahwa kebebasan memilih dalam situasi mereka tidak akan
menghalangi kebebasan memilih orang lain. Sebagai contoh, anak-anak berusia 5
atau 6 tahun tidak akan siap untuk menentukan pilihan sendiri (memilih menu
mereka sendiri, memilih waktu untuk tidur, memilih jenis obat), sehingga harus
ada orang lain yang melakukannya untuk mereka. Begitu juga, seseorang yang
menderita keterbelakangan mental membutuhkan orang lain untuk mengambilkan
keputusan tertentu bagi mereka.
Di samping itu, situasi
lingkungan kehidupan seseorang dapat membatasi kebebasan memilih ini. Sebagai
contoh, anggota tentara seringkali harus melepaskan kebebasan memilih dan makan
nasi bungkus, bukan roti keju, mengenakan seragam militer, bukan jins, lari
pagi, bukan tidur. Dengan menjadi tentara, seseorang setidak-tidaknya harus
melepaskan sebagian hak mereka untuk menentukan pilihan sendiri. Akhirnya,
kebebasan memilih yang kita miliki tidak boleh menghalangi orang lain untuk
menentukan pilihan mereka sendiri.
Kita tidak bisa membiarkan
seorang pencuri memiliki kebebasan untuk mencuri, karena dengan memberikan
kebebasan ini kita menghalangi korban pencurian untuk menikmati kebebasan
memilih mereka—hak untuk memiliki barang dan hak untuk merasa aman dalam rumah
mereka.
3. Tujuan Komunikasi
Ada empat
tujuan atau motif komunikasi yang perlu dikemukakan di sini. Motif atau tujuan
ini tidak perlu dikemukakan secara sadar, juga tidak perlu mereka yang terlibat
menyepakati tujuan komunikasi mereka. Tujuan dapat disadari ataupun tidak,
dapat dikenali ataupun tidak. Selanjutnya, meskipun. teknologi komunikasi
berubah dengan cepat dan drastis (kita mengirimkan surat elektronika, bekerja
dengan komputer, misalnya) tujuan komunikasi pada dasarnya tetap sama,
bagaimanapun hebatnya revolusi elektronika dan revolusi-revolusi lain yang akan
datang. (Arnold dan Bowers, 1984; Naisbit.1984).
a. Menemukan
Salah satu
tujuan utama komunikasi menyangkut penemuan diri (personal discovery) Bila anda berkomunikasi dengan orang lain, anda
belajar mengenai diri sendiri selain juga tentang orang lain. Kenyataannya,
persepsi-diri anda sebagian besar dihasilkan dari apa yang telah anda pelajari
tentang diri sendiri dari orang lain selama komunikasi, khususnya dalam
perjumpaan-perjumpaan antarpribadi.
Dengan berbicara tentang diri
kita sendiri dengan orang lain kita memperoleh umpan balik yang berharga
mengenai perasaan, pemikiran, dan perilaku kita. Dari perjumpaan seperti ini
kita menyadari, misalnya bahwa perasaan kita ternyata tidak jauh berbeda dengan
perasaan orang lain. Pengukuhan positif ini membantu kita merasa
"normal."
Cara lain di mana kita
melakukan penemuan diri adalah melalui proses perbandingan sosial, melalui
perbandingan kemampuan, prestasi, sikap, pendapat, nilai, dan kegagalan kita
dengan orang lain. Artinya, kita mengevaluasi diri sendiri sebagian besar
dengan cara membanding diri kita dengan orang lain.
Dengan berkomunikasi kita
dapat memahami secara lebih baik diri kita sendiri dan diri orang lain yang
kita ajak bicara. Tetapi, komunikasi juga memungkinkan kita untuk menemukan
dunia luar—dunia yang dipenuhi objek, peristiwa, dan manusia lain. Sekarang
ini, kita mengandalkan beragam media komunikasi untuk mendapatkan informasi
tentang hiburan, olahraga, perang, pembangunan ekonomi, masalah kesehatan dan
gizi, serta produk-produk baru yang dapat dibeli. Banyak yang kita peroleh
dari media ini berinteraksi dengan yang
kita peroleh dari interaksi antarpribadi kita. Kita mendapatkan banyak
informasi dari media, mendiskusikannya dengan orang lain, dan akhirnya
mempelajari atau menyerap bahan-bahan tadi sebagai hasil interaksi kedua sumber
ini.
b. Untuk
berhubungan
Salah satu motivasi kita yang
paling kuat adalah berhubungan dengan orang lain (membina dan memelihara hubungan dengan orang lain). Kita
ingin merasa dicintai dan disukai, dan kemudian kita juga ingin mencintai dan
menyukai orang lain. Kita menghabiskan banyak waktu dan energi komunikasi kita
untuk membina dan memelihara hubungan sosial. Anda berkomunikasi dengan teman
dekat di sekolah, di kantor, dan barangkali melalui telepon. Anda
berbincang-bincang dengan orangtua, anak-anak, dan saudara anda. Anda
berinteraksi dengan mitra kerja.
c. Untuk
meyakinkan
Media masa
ada sebagian besar untuk meyakinkan kita agar mengubah sikap dan perilaku kita.
Media dapat hidup karena adanya dana dari iklan, yang diarahkan untuk mendorong
kita membeli berbagai produk. Sekarang ini mungkin anda lebih banyak bertindak
sebagai konsumen ketimbang sebagai penyampai pesan melalui media, tetapi tidak
lama lagi barangkali anda-lah yang akan merancang pesan-pesan itu—bekerja di
suatu surat kabar, menjadi editor sebuah majalah, atau bekerja pada biro iklan,
pemancar televisi, atau berbagai bidang lain yang berkaitan dengan komunikasi.
Tetapi, kita juga menghabiskan banyak waktu untuk melakukan persuasi
antarpribadi, baik sebagai sumber maupun sebagai penerima. Dalam perjumpaan
antarpribadi sehari-hari kita berusaha mengubah sikap dan perilaku orang lain.
Kita berusaha mengajak mereka melakukan sesuatu, mencoba cara diit yan baru,
membeli produk tertentu, menonton film, membaca buku, rnengambil mata kuliah
tertentu, meyakini bahwa sesuatu itu salah atau benar, menyetujui atau mengecam
gagasan tertentu, dan sebagainya. Daftar ini bisa sangat panjang. Memang, sedikit
saja dari komunikasi antarpribadi kita yang tidak berupaya mengubah sikap atau
perilaku.
d. Untuk
bermain
Kita
menggunakan banyak perilaku komunikasi kita untuk bermain dan menghibur diri.
Kita mendengarkan pelawak, pembicaraan, musik, dan film sebagian besar untuk
hiburan. Demikian pula banyak dari perilaku komunikasi kita dirancang untuk
menghibur orang lain (menceritakan lelucon mengutarakan sesuatu yang baru, dan
mengaitkan cerita-cerita yang menarik). Adakalanya hiburan ini merupakan tujuan akhir, tetapi adakalanya ini
merupakan cara untuk mengikat perhatian orang Iain sehingga kita dapat mencapai
tujuan-tujuan lain.
Tentu saja, tujuan komunikasi
bukan hanya ini; masih banyak tujuan komunikasi yang lain. Tetapi keempat
tujuan yang disebutkan di atas tampaknya merupakan tujuan-tujuan yang utama.
Selanjutnya tidak ada tindak komunikasi yang didorong hanya oleh satu faktor;
sebab tunggal tampaknya tidak ada dunia ini. Oleh karenanya, setiap komunikasi
barangkali didorong oleh kombinasi beberapa tujuan bukan hanya satu tujuan.
B. Prinsip-prinsip
komunikasi
Dalam pembahasan yang lalu kita mendefinisikan komunikasi
dan menjelaskan beberapa komponen komunikasi. Selanjutnya kita akan menggali
sifat atau hakikat atau karakteristik komunikasi dengan menyajikan delapan
prinsip komunikasi. Memahami prinsip-prinsip ini sangat penting untuk memahami
komunikasi dalam segala bentuk dan fungsinya.
1. Komunikasi
Adalah Paket Isyarat
Perilaku
komunikasi, apakah ini melibatkan pesan verbal, isyarat tubuh, atau kombinasi
dari keduanya, biasanya terjadi dalam "paket". Biasanya, perilaku
verbal dan nonverbal saling memperkuat dan mendukung. Semua bagian dari sistem
pesan biasanya bekerja bersama-sama untuk mengkomunikasikan makna tertentu.
Kita tidak mengutarakan rasa takut dengan kata-kata sementara seluruh tubuh
kita bersikap santai. Kita tidak mengungkapkan rasa marah sambil tersenyum.
Seluruh tubuh—baik secara verbal maupun nonverbal—bekerja bersama-sama untuk
mengungkapkan pikiran dan perasaan kita.
Dalam segala bentuk komunikasi, apakah antarpribadi,
kelompok kecil, pidato di muka umum, atau media masa, kita kurang memperhatikan
sifat paket dari komunikasi. Ia berlalu begitu saja. Tetapi bila ada
ketidakwajaran---bila jabatan tangan yang lemah menyertai salam verbal, bila
gerak-gerik gugup menyertai pandangan yang tajam, bila kegelisahan menyertai
ekspresi nyaman dan santai—kita memperhatikannya. Selalu saja kita mulai
mempertanyakan ketulusan, dan kejujuran orang yang bersangkutan.
Pesan yang Kontradiktif
Bayangkanlah seseorang yang
mengatakan "Saya begitu senang bertemu dengan anda," tetapi. berusaha
menghindari kontak mata langsung dan melihat kesana-kemari untuk mengetahui
siapa lagi yang hadir. Orang ini mengirimkan pesan yang kontradiktif. Kita menyaksikan
pesan yang kontradiktif (juga dinamai "pesan berbaur" oleh
beberapa penulis) pada pasangan yang mengatakan bahwa mereka saling mencintai
tetapi secara nonverbal melakukan hal-hal yang saling menyakiti, misalnya
datang terlambat untuk suatu janji penting, mengenakan pakaian yang tidak
disukai pasangannya, menghindari kontak mata, atau tidak saling menyentuh.
Pesan-pesan tersebut ada juga
yang mengatakan sebagai "diskordansi" (discordance) merupakan akibat dari keinginan untuk
mengkomunikasikan dua emosi atas perasaan yang berbeda. Sebagai contoh, anda
mungkin menyukai seseorang dan ingin mengkomunikasikan perasaan positif ini,
tetapi anda juga tidak menyukai orang itu dan ingin mengkomunikasikan perasaan
negatif ini juga. Hasilnya adalah anda mengkomunikasikan kedua perasaan itu,
satu secara verbal dan lainnya secara nonverbal.
2. Komunikasi Adalah Proses
Penyesuaian
Komunikasi
hanya dapat terjadi bila para komunikatornya menggunakan sistem isyarat yang
sama. Ini jelas kelihatan pada orang-orang yang menggunakan bahasa berbeda.
Anda tidak akan bisa berkomunikasi dengan orang lain jika sistem bahasa anda
berbeda. Tetapi, prinsip ini menjadi sangat relevan bila kita menyadari bahwa
tidak ada dua orang yang menggunakan sistem isyarat yang persis sama. Orang tua
dan anak, misalnya, bukan hanya memiliki perbedaan kata yang berbeda, melainkan
juga mempunyai arti yang berbeda untuk istilah yang mereka gunakan.
Sebagian dari seni komunikasi adalah mengidentifikasikan
isyarat orang lain, mengenali bagaimana isyarat-isyarat tersebut digunakan, dan
memahami apa artinya. Mereka yang hubungannya akrab akan menyadari bahwa
mengenali isyarat-isyarat orang lain memerlukan waktu yang sangat lama dan
seringkali membutuhkan kesabaran. Jika kita ingin benar-benar memahami apa yang
dimaksud seseorang, bukan sekadar mengerti apa yang dikatakan atau
dilakukannya, kita harus mengenal sistem isyarat orang itu.
3. Komunikasi
Mencakup Dimensi Isi Dan Hubungan
Komunikasi, setidak-tidaknya
sampai batas tertentu, berkaitan dengan dunia nyata atau sesuatu yang berada di
luar (bersifat ekstern bagi) pembicara dan pendengar. Tetapi, sekaligus,
komunikasi juga menyangkut hubungan di antara kedua pihak. Sebagai contoh,
seorang atasan mungkin berkata kepada bawahannya, "Datanglah ke ruang saya
setelah rapat ini." Pesan sederhana ini mempunyai aspek isi (kandungan,
atau content) dan aspek hubungan (relational).
Aspek isi mengacu pada tanggapan perilaku yang
diharapkan—yaitu, bawahan menemui atasan setelah rapat. Aspek hubungan
menunjukkan bagaimana komunikasi dilakukan. Bahkan penggunaan kalimat perintah
yang sederhana sudah menunjukkan adanya perbedaan status di antara kedua pihak
Atasan dapat memerintah bawahan. Ini barangkali akan lebih jelas terlihat bila
kita membayangkan seorang bawahan memberi perintah kepada atasannya. Hal ini
akan terasa janggal dan tidak layak karena melanggar hubungan normal antara
atasan dan bawahan.
Dalam setiap
situasi komunikasi, dimensi isi mungkin tetap sama tetapi aspek hubungannya
dapat berbeda, atau aspek hubungan tetap sama sedangkan isinya berbeda. Sebagai
contoh, atasan dapat mengatakan kepada bawahan "Sebaiknya anda menjumpai
saya setelah rapat ini" atau "Dapatkah kita bertemu setelah rapat
ini?" Dalam kedua hal, isi pesan pada dasarnya sama—artinya, pesan dikomunikasikan
untuk mendapatkan tanggapan perilaku yang sama—tetapi dimensi hubungannya
sangat berbeda. Dal kalimat pertama, jelas tampak hubungan atasan-bawahan,
bahkan terasa kesan merendahkan bawahan. Pada yang kedua, atasan mengisyaratkan
hubungan yang lebih setara dan memperlihatkan penghargaan kepada bawahan.
Ketidakmampuan Membedakan Dimensi Isi dan Hubungan
Banyak masalah di antara manusia disebabkan oleh
ketidakmampuan mereka mengenali perbedaan antara dimensi isi dan hubungan dalam
komunikasi. Perbedaan/perselisihan yang menyangkut dimensi isi relatif mudah
dipecahkan: Relatif mudah untuk memeriksa fakta yang dipertengkarkan. Sebagai
contoh, kita dapat memeriksa buku atau bertanya kepada seseorang tentang apa
yang sesungguhnya terjadi. Tetapi, pertengkaran yang menyangkut dimensi
hubungan jauh lebih sulit diselesaikan, sebagian karena kita jarang sekali mau
mengakui bahwa per tengkaran itu sesungguhnya menyangkut soal hubungan, bukan
soal isi.
4. Komunikasi
Melibatkan Transaksi Simetris dan Komplementer
Hubungan
dapat berbentuk simetris atau komplementer. Dalam hubungan simetris dua orang
saling bercermin pada perilaku lainnya. Perilaku satu orang tercermin pada
perilaku yang lainnya. Jika salah seorang mengangguk, yang lain mengangguk,
jika yang satu menampakkan rasa cemburu, yang lain memperlihatkan rasa cemburu;
jika yang satu pasif, yang lain pasif. Hubungan ini bersifat setara
(sebanding), dengan penekanan pada meminimalkan perbedaan di antara kedua orang
yang bersangkutan.
Cara lain melihat hubungan simetris adalah dalam bentuk
persaingan dan perebutan pengaruh di antara dua orang. Masing-masing orang
dalam hubungan simetris perlu menegaskan kesebandingan atau keunggulannya
dibanding yang lain. Hubungan simetris bersifat kompetitif; masing-masing pihak
berusaha mempertahankan kesetaraan atau keunggulannya dari yang lain. Jika,
misalnya, salah satu pihak mengatakan bahwa sesuatu itu harus dilakukan dengan
cara tertentu, pihak yang lain akan menangkapnya sebagai pernyataan bahwa ia
tidak cukup kompeten untuk memutuskan bagaimana sesuatu itu harus dilakukan.
Terjadilah perebutan pengaruh. Tentu saja, kericuhan ini sebenarnya tidak
menyangkut tentang bagaimana sesuatu itu harus dilakukan. Kericuhan lebih
menyangkut tentang siapa yang berhak memutuskan. Kericuhan ini lebih menyangkut
siapa pihak yang lebih kompeten. Seperti dapat dengan mudah dipahami, tuntutan
pengakuan akan kesetaraan (atau keunggulan) seringkali menimbulkan pertengkaran
dan permusuhan.
Dalam
hubungan komplementer kedua pihak mempunyai perilaku yang berbeda. Perilaku
salah seorang berfungsi sebagai stimulus perilaku komplementer dari yang lain.
Dalam hubungan komplementer perbedaan di antara kedua pihak dimaksimumkan.
Orang menempati posisi yang berbeda; yang satu atasan, yang lain bawahan; yang
satu aktif, yang lain pasif; yang satu kuat, yang lain lemah . Pada masanya,
budaya membentuk hubungan seperti ini —misalnya, hubungan antara guru dan
murid, atau antara atasan dan bawahan—. Walaupun hubungan komplementer umumnya
produktif di mana perilaku salah satu mitra melengkapi atau menguatkan perilaku
yang lain, masih ada masalah. Salah satu masalah dalam hubungan komplementer,
yang dikenal baik oleh banyak mahasiswa, adalah yang disebabkan oleh kekakuan
yang berlebihan. Sementara hubungan komplementer antara seorang ibu yan
melindungi dan membimbing dengan anaknya yang sangat bergantung kepadanya pada
suatu saat sanglt penting dan diperlukan untuk kehidupan si anak, hubungan yang
sama ketika anak ini beranjak dewasa menjadi penghambat bagi pengembangan anak
itu selanjutnya. Perubahan yang begitu penting untuk pertumbuhan tidak
dimungkinkan terjadi.
5. Rangkaian Komunikasi Dipunkuasi
Peristiwa komunikasi merupakan
transaksi yang kontinyu. Tidak ada awal dan akhir yang jelas. Sebagai pemeran serta
atau sebagai pengamat tindak komunikasi, kita membagi proses kontinyu dan
berputar ini ke dalam sebab dan akibat, atau ke dalam stimulus dan tanggapan.
Artinya, kita mensegmentasikan arus kontinyu komunikasi ini ke dalam
potongan-potongan yang lebih kecil. Kita menamai beberapa di antaranya sebagai
sebab atau stimulus dan lainnya sebagai efek atau tanggapan.
Setiap
tindakan merangsang tindakan yang lain. Masing-masing tindakan berfungsi
sebagai stimulus bagi yang lain. Tetapi, tidak ada stimulus awal. Masing-masing
kejadian dapat dianggap sebagai stimulus dan masing-masing kejadian dapat pula
dianggap sebagai efek, tetapi tidak bisa ditentukan mana yang stimulus dan mana
yang tanggapan. Jika kita menghendaki komunikasi efektif—jika kita ingin
memahami maksud orang lain—maka kita harus melihat rangkaian kejadian seperti
yang dipunktuasi orang lain. Selanjutnya, kita harus menyadari bahwa punktuasi
kita tidaklah mencerminkan apa yang ada dalam kenyataan, melainkan merupakan
persepsi kita sendiri yang unik dan bisa keliru.
Komunikasi
adalah proses transaksional
Komunikasi
adalah transaksi. Dengan transaksi dimaksudkan bahwa komunikasi merupakan suatu
proses, hahwa komponen-komponennya saling terkait, dan bahwa para
komunikatornya beraksi dan bereaksi sebagai suatu kesatuan atau keseluruhan.
Komunikasi adalah Proses
Komunikasi merupakan suatu
proses, suatu kegiatan. Walaupun kita mungkin membicarakan komunikasi
seakan-akan ini merupakan suatu yang statis, yang diam, komunikasi tidak pernah
seperti itu. Segala hal dalam komunikasi selalu berubah —kita, orang yang kita
ajak berkomunikasi, dan lingkungan kita—.
Komponen-komponen Komunikasi Saling Terkait
Dalam setiap proses transaksi,
setiap komponen berkaitan secara integral dengan setiap komponen yang lain.
Komponen komunikasi saling bergantung, tidak pernah independen: Masing-masing
komponen dalam kaitannya dengan komponen yang lain. Sebagai contoh, tidak
mungkin ada sumber tanpa penerima, tidak akan ada pesan tanpa sumber, dan tidak
akan umpan balik tanpa adanya penerima. Karena sifat saling bergantung ini,
perubahan pada sembarang komponen proses mengakibatkan perubahan pada komponen
yang lain. Misalnya, anda sedang berbincang-bincang dengan sekelompok teman,
kemudian ibu anda datang masuk ke kelompok. Perubahan "khalayak" ini
akan menyebabkan perubahan-perubahan lain. Barangkali anda atau teman-teman
anda akan mengubah bahan pembicaraan atau mengubah cara membicarakannya. Ini
juga dapat mempengaruhi berapa sering orang tertentu berbicara, dan seterusnya.
Apa pun perubahan yang pertama, perubahan-perubahan lain akan menyusul sebagai
akibatnya.
Komunikator bertindak sebagai satu kesatuan
Setiap orang yang terlibat
dalam komunikasi beraksi dan bereaksi sebagai satu kesatuan yang utuh. Secara
biologis kita dirancang untuk bertindak sebagai makhluk yang utuh. Kita tidak
dapat bereaksi, misalnya, hanya pada tingkat emosional atau intelektual saja,
karena kita tidak demikian terkotak-kotak. Kita pasti akan bereaksi secara
emosional dan intelektual, secara fisik dan kognitif. Kita bereaksi dengan
tubuh dan pikiran. Barangkali akibat terpenting dari karakteristik ini adalah
bahwa aksi dan reaksi kita dalam komunikasi ditentukan bukan hanya oleh apa
yang dikatakan, melainkan juga oleh cara kita menafsirkan apa yang dikatakan.
Reaksi kita terhadap sebuah film, misalnya, tidak hanya bergantung pada
kata-kata dan gambar dalam film tersebut melainkan pada semua yang ada pada
kita —pengalaman masa lalu kita, emosi kita saat itu, pengetahuan kita, keadaan
kesehatan kita, dan banyak lagi faktor lain. Jadi, dua orang yang mendengarkan
sebuah pesan seringkali menerimanya dengan arti yang sangat berbeda. Walaupun
kata-kata dan simbol yang digunakan sama, setiap orang menafsirkannya secara
berbeda.
6. Komunikasi
Tak Terhindarkan
Anda
mungkin menganggap bahwa komunikasi berlangsung secara sengaja, bertujuan, dan
termotivasi secara sadar. Dalam banyak hal ini memang demikian. Tetapi,
seringkali pula komunikasi terjadi meskipun seseorang tidak merasa
berkomunikasi atau tidak ingin berkomunikasi. Dalam situasi interaksi, anda
tidak bisa tidak berkomunikasi. Tidaklah berarti bahwa semua perilaku merupakan
komunikasi; misalnya, jika sang murid melihat ke luar jendela dan guru tidak
melihatnya, komunikasi tidak terjadi.
Selanjutnya, bila kita dalam situasi interaksi, kita
tidak bisa tidak menanggapi pesan dari orang lain. misalnya, jika kita melihat
seseorang melirik ke arah kita, kita pasti bereaksi dengan cara tertentu.
Seandainyapun kita tidak bereaksi secara aktif atau secara terbuka, ketiadaan
reaksi ini sendiri pun merupakan reaksi, dan itu berkomunikasi. Kita tidak bisa
tidak bereaksi. Sekali lagi, jika kita tidak menyadari lirikan itu, jelas bahwa
komunikasi tidak terjadi.
7. Komunikasi
Bersifat Tak Reversibel
Anda dapat
membalikkan arah proses beberapa sistem tertentu. Sebagai contoh, anda dapat
mengubah air menjadi es dan kemudian mengembalikan es menjadi air, dan anda
dapat mengulang-ulang proses dua arah ini berkali-kali sesuka anda. Proses
seperti ini dinamakan proses reversibel. Tetapi ada sistem lain yang bersifat
tak reversibel (irreversible). Prosesnya
hanya bisa berjalan dalam satu arah, tidak bisa dibalik. Anda, misalnya, dapat
mengubah buah anggur menjadi minuman anggur (sari anggur), tetapi anda tidak
bisa mengembalikan sari anggur menjadi buah anggur. Komunikasi termasuk proses
seperti ini, proses tak reversibel. Sekali anda mengkomunikasikan sesuatu, anda
tidak bisa tidak mengkomunikasikannya. Tentu saja, anda dapat berusaha
mengurangi dampak dari pesan yang sudah terlanjur anda sampaikan; anda dapat
saja, misalnya, mengatakan, "Saya sangat marah waktu itu; saya tidak
benar-benar bermaksud mengatakan seperti itu." Tetapi apa pun yang anda
lakukan untuk mengurangi atau meniadakan dampak dari pesan anda, pesan itu sendiri,
sekali telah dikirimkan dan diterima, tidak bisa dibalikkan. (Ada pepatah
Indonesia yang mengatakan, nasi telah menjadi bubur.) l
Prinsip
ini mempunyai beberapa implikasi penting komunikasi dalam segala macam
bentuknya. Sebagai contoh, dalam interaksi antarpribadi, khususnya dalam
situasi konflik, kita perlu hati-hati untuk tidak mengucapkan sesuatu yang
mungkin nantinya ingin kita tarik kembali. Pesan yang mengandung komitmen—pesan
"aku cinta kepadamu" dengan segala macam variasinya— juga perlu diperhatikao
, lika tidak, kita mungkin terpaksa mengikatkan diri kita pada suatu posisi
yang mungkin nantinya kitt sesali. Dalam situasi komunikasi publik atau
komunikasi masa, di mana pesan-pesan didengar oleli ratusan, ribuan, bahkan
jutaan orang, sangatlah penting kita menyadari bahwa komunikasi kita bersifat
tak reversibel.
C. Persepsi
dalam konteks komunikasi
Proses Persepsi
Persepsi bersifat kompleks. Tidak ada hubungan satu lawan
satu antara pesan yang terjadi di "luar sana" dengan pesan yang
akhirnya memasuki otak kita. Apa yang terjadi di dunia luar dapat sangat
berbeda dengan apa yang mencapai otak kita Mempelajari bagaimana dan mengapa
pesan-pesan ini berbeda sangat penting untuk memahami komunikasi.
1. Terjadinya
Stimulasi Alat Indra (Sensory Stimulation)
Pada tahap pertama alat-alat indra distimulasi
(dirangsang): Kita mendengar suara musik. Kita melihat seseorang yang sudah
lama tidak kita jumpai. Kita mencium parfum orang yang berdekatan dengan kita,
Kita mencicipi sepotong kue. Kita merasakan telapak tangan yang berkeringat
ketika berjabat tangan.
2. Stimulasi
terhadap Alat Indra Diatur
Pada tahap kedua, rangsangan terhadap alat indra diatur
berbagai prinsip. (makalah persepsi)
3. Stimulasi Alat
Indra Ditafsirkan-Dievaluasi
Tahap ketiga dalam proses perseptual adalah
penafsiran-evaluasi. Kita menggabungkan kedua istilah ini ini untuk menegaskan
bahwa keduanya tidak bisa dipisahkan. Langkah ketiga ini merupakan proses
subyektif yang melibatkan evaluasi di pihak penerima. Penafsiran-evaluasi kita
tidak semata-mata didasarkan pada rangsangan luar, melainkan juga sangat
dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu, kebutuhan, keinginan, sistem nilai,
keyakinan tentang yang seharusnya, keadaan fisik, dan emosi pada saat itu, dan
sebagainya yang ada pada kita.
Perbedaan individual ini janganlah sampai membutakan kita
akan validitas beberapa generalisasi tentang persepsi. Meskipun generalisasii
ini belum tentu berlaku untuk seseorang tertentu, tampaknya ia berlaku untuk
sebagian cukup besar orang.
Proses Yang Mempengaruhi Persepsi
Antara kejadian stimulasi dengan evaluasi atau penafsiran
terhadap stimulasi, persepsi dipengaruhi oleh berbagai proses psikologis
penting. Diantarannya : teori kepribadianl implisit (implicit
personality theory), ramalan yang terpenuhi dengan sendirinya (self-fulfilling
prophecy), aksentuasi perseptual (perceptual accentuation),
primasi-resensi (primacy-recency), konsistensi (consistency), dan
stereotiping (stereotyping). Lihat
Gambar dibawah.
|
|||||
a. Teori
Kepribadian Implisit
Bacalah pernyataan singkat berikut. Tandailah
karakteristik dalam tanda kurung yang kelihatannya paling cocok untuk
melengkapi kalimat tersebut:
Agus bergairah, memiliki rasa ingin tahu yang besar, dan
(cerdas, kurang cerdas)
Dewi berani, tegar, dan (ekstrovert, introvert)
Sitha periang, lincah, dan (langsing, gemuk)
Hari ramah, posiif, dan (menarik, tidakm menarik)
Kata-kata tertentu tampaknya benar dan lainnya
kelihatannya salah. Yang membuatnya kelihatannya salah dan kelihatan benar
adalah teori kepribadian imlisit. Sistem aturan yang mengatakan kepada
kity mana karakteistik yang sesuai untuk karakteristik yang lain.
Kebanyakan teori orang mengatakan bahwa seseorang yang
bergairah dan mempunyai rasa ingin tahu yang besar pasti juga cerdas. Tentu
saja tidak ada alasan logis untuk mengatakan bahwa orang yang tidak cerdas
tidak bergairah dan tidak mempunvai rasa ingin tahu yang besar.
"Efek halo"
yang banyak dikenal merupakan fungsi dari teori kepribadian implisit kita. Jika
kita percaya bahwa seseorang memiliki sejumlah kualitas positif, kita
menyimpulkan bahwa ia juga memiliki
kualitas positif yang lain. "Efek halo terhalik" juga ada. Jika
kita tahu bahwa seseorang memiliki sejumlah kualitas negatif, kita cenderung
menyimpulkan bahwa orang itu memiliki kualitas negatif yang lain.
Hambatan Potensial
¨
Mempersepsikan
kualitas-kualitaa dalam diri seorang yang menurut "teori" seharusnya
dimilikinya, padahal kenyataannya tidak demikian.
¨
Mengabaikan
kualitas atau karakteristik yang tidak sesuai dengan teori ita.
¨
Penggunaan
teori kepribadian implisit ini, bersama dengan efek halo dan efek halo terbalik
seringkali membawa kita pada ramalan yang terpenuhi dengan sendirinnya.
b. Ramalan yang Terpenuhi dengan Sendirinya
Ramalan yang terpenuhi dengan sendirinya terjadi bila
kita membuat perkiraan atau merumuskan keyakinan yyang menjadi kenyataan karena
kita meramalkannya dan bertindak seakan-akan itu benar.
Ada empat langkah dasar dalam proses ini:
1.
Kita
membuat prediksi atau merumuskan keyakinan tentang seseorang atau situasi.
2.
kita
bersikap kepada orang atau situasi tersebut seakan-akan ramalan atau keyajkinan
kita benar.
3.
karena
kita bersikap demikian, ia menadi kenyataan .
4.
kita
mengamati efek diri kita terhadap seseorang atau akibat terhadap situasi, dan
apa yang kita saksikan memperkuat keyakinan kira.
Hambatan Potensial
¨
Mempengaruhi perilaku orang lain sehingga sesuai dengan
ramalan kita
¨
Melihat
apa yang diramalkan ketimbang apa yang sebenarnya, misalnya. ini dapat membuat
kita karena ramalan itu kita buat, bukan karena adanya kegagalan yang aktual,
menganggap diri kita gagal.
c. Aksentuasi
Perseptual
“Tiada rotan akar pun jadi” adalah pepatah yang banyak
kita jumpai dalam komunikasi: Untuk menjadi calon aktor, peran sekecil apapun
dan seperti apa pun dalam sebuah film adalah lebih baik ketimbang tidak
mendapat peran apapun. Bayam barangkali rasanya tidak enak tetapi bila anda
lapar rasanya akan sama lezat dengan ayam panggang.
Proses tersebut yang dinamai aksentuasi perseptual, membuat kita melihat apa yang kita harapkan
dan kita inginkan. Kita melihat orang yang kita sukai sebagai lebih tampan
dan lebih pandai ketimbang orang yang tidak kita sukai. Kontra argumen yang
jelas adalah bahwa sebenarnya kita lebih menyukai orang pandai dan tampan dan
oleh karenanya kita mencari-cari orang seperti ini, bukan karena orang yang
kita sukai itu kelihatan tampan dan pandai. Proses umum yang sering terjadi
setiap hari. Orang yang haus melihat bayangan air (fatamorgana).
Hambatan Potensial
¨ Mendistorsi
persepsi kita tentang realitas; membuat kita melihat apa yang kita butuhkan
atau inginkan ketimbang apa yang nyatanya ada, dan tidak melihat apa yang tidak
ingin kita lihat Misalnya, anda mungkin tidak merasa akan gagal dalam mata
kuliah komunikasi karena anda memusatkan perhatian pada apa yang anda inginkan.
¨
Menyaring
atau mendistorsi informasi yang mungkin merusak atau mengancam citra-diri kita
dan dengan demikian sangat mernpersulit upaya peningkatan-diri
¨
Memandang
orang lain memiliki karakteristik atau kualitas negatif yang sebenarnya ada
pada diri kita.
¨
Melihat
dan mengingat kualitas atau karakteristik positif lebih daripada yang negatif,
dan dengan demikian mendistorsi persepsi kita tentang orang lain
¨
Merasakan
perilaku tertentu dari orang lain sebagai menunjukkan bahwa ia menyukai kita
hanya karena sebenarnya kita ingin disukai. Sebagai contoh, sikap bersahabat
dan ramah dari seorang wiraniaga kita terima sebagai tanda bahwa yang
bersangkutan menyukai kita, padahal sebenarnya itu hanya bagian dari strategi
persuasi tertentu.
d. Primasi-Resensi
Anggaplah sementara bahvva anda sedang suatu mengambil
mata kuliah di mana separuh kegiatan kelas sangat membosankan dan separuh
lainnya sangat menyenangkan. Pada akhir semester anda diminta mengevaluasi mata
kuliah ini dan pengajarnya. Apakah evaluasi anda akan lebih baik jika kegiatan
kelas yang membosankan terjadi selama tengah pertama semester dan kegiatan
yang menyenangkan terjadi selama tengah
kedua semester itu? Ataukah evaluasi anda akan lebih baik jika urutannya
dibalik? Jika yang muncul pertama lebih kuat pengaruhnya, kita mengalami apa
yang dinamakan efek primasi (Primacy Effect). Jika yang muncul
terakhir (atau paling baru) lebih kuat pengaruhnya kita mengalami efek resensi (Recency Effect)
Implikasi praktis dari efek primasi-resensi ini adalah
bahwa kesan pertama yang tercipta tampaknya paling penting. Melalui kesan
pertama ini, orang lain akan menyaring tambahan informasi untuk merumuskan
gambaran tentang seseorang yang mereka persepsikan.
Hambatan Potensial
¨
Merumuskan
gambaran menyeluruh tentang seseorang berdasarkan kesan awal yang belum akurat.
¨
Mendistorsi
persepsi yang datang kemudian untuk tidak merusak kesan pertama kita.
e. Konsistensi
Anda mempunyai kecenderungan yang kuat untuk menjaga
keseimbangan atau konsistensi di antara persepsi-persepsi anda. Konsistensi
menggambarkan kebutuhan anda untuk memelihara keseimbangan daintara sikap-sikap
anda. Anda memperkirakan bahwa hal-hal tertentu selalu muncul bersama-sama dan
hal-hal lain akan muncul bersama-sama.
Selanjutnya kita berharap seseorang yang kita sukai
memiliki karakteristik yang kita sukai atau kita puja, dan kita berharap
mmusuh-musuh kita tidak memiliki karakteristik yang kita sukai atau kita puja.
Sebaliknya kita berharap orang yang kita sukai tidak memiliki sifat-sifat yang
tidak menyenangkan dan orang yang tidak kita sukai memiliki sifat-sitat yang
tidak menyenangkan.
Hambatan Potensial
¨
Mengabaikan
atau mendistorsi persepsi tentang perilaku yang tidak konsisten dengan gambaran
kita mengenai seseorang secara utuh.
¨
Mempersepsikan
perilaku spesifik sebagai terpancar dari kualitas positif orang yang kita sukai
dan dari kualitas negatif orang yang tidak kita sukai. Oleh karenanya kita
tidak mampu melihat perilaku positif maupun negatif.
¨
Melihat
perilaku tertentu sebagai positif jika perilaku yang lain ditafsirkan sebagai
positif (efek halo) atau sebaliknya
f. Stereotyping
Jalan pintas yang sering digunakan dalam persepsi adalah
stereotiping (stereotyping). Stereotipe spsiologis atau psikologis
adalah citra yang melekat atas
sekelompok orang. Kita semua mempunyai stereotipe tentang kelompok bangsa.
kelompok agama, kelompok ras, atau barangkali tentang kaum penjahat, kaum
waria, atau guru.
Hambatan Potensial
Stereotipe dapat menimbulkan dua hambatan utama.
Kecenderungan kita untuk mengelompokkan orang ke dalam kelas-kelas dan bereaksi
terhadap seseorang terutama sebagai anggoata kelas-kelas ini dapat membuat
kita:
¨
Mempersepsikan
orang seakan-akan memiliki kualitas-kualitas tertentu dan, karenanya tidak
mampu mengenali sifat multi aspek dari semua orang dan semua kelompok.
¨
Mengabaikan
ciri khas yang dimilili seseorang dan karenanya tidak mampu menarik manfaat
dari konstruibusi khusus yang dapat diberikan setiap pihak dalam suatu interaksi
Membuat Persepsi Lebih Akurat
Efektifitas komunikasi dan
hubungan bergantung sebagian besar pada keakuratan kita dalam mempersepsi suatu
pesan yang muncul. Kita dapa meningkatkan akurasi kita dengan (1) menerapkan
strategi untuk mengurangi ketidakpastian, dan (2) mengikuti beberapa pedoman
atau prinsip yangh diusarankan.
Strategi Untuk Mengurangi Ketidakpastian
Asumsi umum yang digunakan
disini adalah bahwa komunikasi merupakan proses bertahap (gradual)
di mana orang saling mengurangi ketida kpastian tentang yang lain. Dengan
tiap-tiap interaksi kita semakin mengenal pihak lain dan secara
berangsur-angsur mulai mengenal orang itu pada tingkat yang lebih bermakna.
Ada 3 strategi utama untuk
mengurangoiketidakpastian : strategi pasif, aktif, dan interaktif.
Strategi pasif, Bila kita mengamati orang lain tanpa orang itu
sadar bahwa dia sedang kita amati. Yang paling bermanfaat dalam observasi pasif
ini adalah mengamati seseorang dalam tugas aktif tertentu, misalnya dalam
interaksinya dengan orang lain dalam situasi informal.
Strategi Aktif, Bila kita secara aktif mencari informasi
tentang seseorang dengan cara apapun selain berinteraksi dengan orang itu.
Sebagai contoh, anda dapat bertanya kepada orang lain tentang orang itu
(“Seperti apa rupanya?” “Apakah bekerja di luar?, dan sebagainya). Kita juga
dapat memenipulasi lingkungan dengan cara tertentu sehingga dapat mengamati
seseorang secara lebih spesifik dan jelas.
Strategi interaktif,
Bila kita sendiri berinteraksi dengan seseorang. Kita juga mendapatkan
pengetahuan tentang orang lain dengan mengungkapkan informasi tentang diri kita
sendiri. Pengungkapan-diri mencipatkan lingkungan yang santai mendorong
pengungkapan dari orang lain yang ingin ebih kita kenal.
Ketiga strategi ini bermanfaat
untuk mengurangi ketidakpastian anda mengenai orang lain. Sayang nya banyak
orag mnerasa bahwa mereka sudh cukup mengena; seseorang setelah menerapkan
hanya startegoi pasif. Strategi aktif lebih bersifat megungkapkan, dan startegi
interaktif lebih banyak labi mengunkapkannya.Menerapkan ketiga macam strategi
ini akan membuat persepsi anda seakurat mungkin.
Pedoman Untuk Meningkatkan Akurasi Persepsi
Disamping menghindari
hambatan-hambatan potensial; dalam beragai proses persepsi yang dikemukakan
sebelumnya dan menerapkan ketiga strategi untuk mengurangi ketidakpastian,
berikut ini beberapa saran yang akan membantu meningkatkan akurasi persepsi
antarpribafdi anda.
1. Carilah
berbagai petunjuk yang
menunjuk ke arah yang sama. Makin banyak petunjuk perseptual yang menuju ke
arah yag sama, makin besar kemungkinan
kesimpulan anda benar..
2. Berdasarkan pengamatan kita atas perilaku,
rumuskan hipotesis. Ujilah hipotesis
ini terhadap informasi dan bukti-bukti tambahan; jangan menarik kesimpulan yang
nantinya akan kita coba konfirmasikan.
3. Perhatikan
khususnya petunjuk-petunjuk yang kontradiktif, petunjuk yang akan menolak hipotesis awal kita.
Akan lebih mudah menerima yang mendukung hipotesis ketimbang menerima petunjuk
yang menentangnya.
4. Jangan
menarik kesimpulan sampai
kita memiliki kesempatan untuk menproses beragam petunjuk.
5.
Hindari membaca pikiran oirang lain. Kita hanya dapat membuat asumsi berdasarkan
perilaku yang tampak. Motif, sikap, atau nilai seseorang tidak terbuka bagi
inspeksi pihak luar.
6. Jangan menganggap orang lain seperti diri
kita, berpikir seperti cara diri kita, atau bertindak seperti yang koita
lakukan. Sadarilah keragaman dan keunikan manusia.
7.
Waspadalah
terhadap bias diri kita sendiri. Sebagi contoh, hanya menerima hal-hal
positif pada diri oarang yang kita sukai dan hanya menerima hal-hal pelayanan
negatif pada diri orang yang tidak kita sukai.
POKOK BAHASAN 2. MOTIVASI
A. Pengertian Motivasi
Motivasi, dapat didefinisikan sebagai proses yang terjadi di dalam diri, yang menciptakan tujuan dan memberikan energi bagi perilaku seseorang (Kimble, et al, 1984).
Motif merupakan dorongan bertindak untuk memenuhi suatu kebu-tuhan, dirasakan
sebagai kemauan, keinginan, yang
kemudian terwu-jud dalam bentuk perilaku nyata.
Secara
garis besar, teori motivasi dapat dikelompokkan menjadi dua kategori,yaitu: 1)
Teori Kepuasan (Maslow, Herzberg dan MC Celland ); 2) Teori Proses (Vroom)
(Gibson,et al, 1982).
B. Teori Kepuasan
1. Maslow
Teori Maslow (teori
hierarki kebutuhan) sering digunakan untuk meramalkan perilaku orang dalam
kelompok atau organisasi, dan ba-gaimana memanipulasi atau membentuk perilaku
tersebut dengan cara memenuhi kebutuhannya, meskipun Maslow sendiri tidak
pernah ber-maksud untuk meramalkan perilaku.
Ia hanya bertolak dari dua
asumsi dasar, yaitu:
a. Manusia selalu mempunyai kebutuhan untuk
berkembang dan maju;
b. Manusia selalu berusaha memenuhi kebutuhan
yang lebih pokok terlebih dahulu sebelum berusaha memenuhi kebutuhan lainnya,
artinya kebutuhan yang lebih mendasar harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum
kebutuhan tambahan yang lebih tinggi mulai mengendalikan perilaku seseorang.
Yang penting dari pemikiran Maslow ini adalah: kebutuhan
yang telah dipenuhi (sebagian atau keseluruhan) akan berhenti daya motivasinya,
kemudian motivasinya berpindah ke upaya untuk memenuhi kebutuhan lainnya yang
lebih tinggi.
Pemahaman
tentang adanya hubungan yang erat antara perilaku dan kebutuhan, seperti telah
diuraikan dalam teori perilaku sebelumnya, adalah penting, paling tidak untuk
dapat menciptakan kepuasan atau mengurangi ketidakpuasan individu anggota
kelompok. Melalui pengamatan terhadap perilaku anggota kelompok dan dikaitkan
dengan tingkat kebutuhannya, maka dapat dilakukan tindakan tertentu oleh
anggota lainnya atau oleh pimpinan kelompok dalam rangka membentuk sebuah
kelompok yang solid.
Hierarki Kebutuhan Maslow
kepuasan
kebutuhan
*) Benson N.C
and Grove S: Psychology for Beginners,1998 (modified)
2. Herzberg
Teori Hezberg (teori
dua faktor tentang motivasi), yaitu:
a.
Faktor yang membuat orang merasa tidak
puas (dissatisfiers-factor);
Serangkaian
kondisi ekstrinsik, terkondisi oleh
faktor eksternal, yaitu kondisi pekerjaan
yang diharapkan, yang apabila kondisi ini tidak tersedia membuat orang
merasa tidak puas, tapi bila kondisi ini tersedia tidak akan memotivasi orang
untuk bekerja lebih baik. Kondisi yang dianggap “seharusnya tersedia” seperti
ini disebut juga faktor‑kesehatan (hygiene‑factors),
karena faktor tersebut merupakan persyaratan
minimum untuk terbebas dari rasa tidak puas, seperti: upah minimum, rasa aman dalam bekerja, suasana kerja yang menyenangkan,
status yang jelas, prosedur yang jelas, mutu pengawasan tehnis yang kontinyu,
suasana hubungan antar manusia yang menyenangkan.
b.
Faktor yang membuat orang merasa puas (satisfiers‑ factor).
Serangkaian kondisi intrinsik, terkondisi oleh faktor
internal seseorang, yaitu suatu kondisi pekerjaan, yang apabila tersedia akan
mendorong motivasi kerja, dan selanjutnya akan lebih meningkatkan produktivitas
kerja, tapi apabila tidak tersedia, tidak akan menimbulkan rasa ketidak-puasan
yang berlebihan atau sampai merusak
situasi kerja, seperti: kesempatan untuk mencapai prestasi kerja yang terbaik (achievement), pengakuan atas prestasi
yang dicapai (recognition), pemberian
tanggung‑jawab penuh atas tugas yang diberikan (responsibility), kesempatan untuk terus mencapai kemajuan dalam
pekerjaan (advancement), kesempatan
untuk terus berkembang dalam karier (growth), kesesuaian jenis pekerjaan dengan kemampuan yang dimiliki (work).
Skema dua faktor motivasi yang
dikemukakan Herzberg, serta diagram persentase pengaruh faktor hygiene dan
motivator terhadap derajat kepuasan dan motivasi individu, dapat dilihat dalam
bagan dibawah ini:
Hygiene
|
Motivators
|
Kebijakan Organisasi dan administrasi
|
Prestasi kerja
|
Pengawasan/Supervisi
|
Penghargaaan/Pengakuan
|
Hubungan dengan lingkungan
kerja, atasan, selevel dan bawahan
|
Kesesuaian jenis Pekerjaan
|
Kondisi Kerja
|
Tanggung-jawab
|
Penghasilan (gaji)
|
Kemajuan (promosi)
|
Kehidupan pribadi, status, keamanan
|
Pertumbuhan
|
|
||||||||||
100% 80%
60% 40% 20%
0% 20% 40% 60%
80% 100%
q Faktor hygiene menyumbang 69% terhadap ketidakpuasan kerja dan faktor motivator menyumbang 31% terhadap kepuasan kerja,
q Faktor motivator
menyumbang 81%, faktor hygiene menyumbang 19%.
q Implikasi dari
hasil penelitian Herzberg ini menunjukkan bahwa upaya pemenuhan terhadap faktor
hygiene, seperti kebijakan dan sistem organisasi yang baik, supervisi terus
menerus, hubungan personal yang baik, gaji yang memadai, status dan keamanan
kerja, belum sepenuhnya menjamin tercapainya kepuasan, kalau tidak di-barengi
dengan pemenuhan faktor motivator, seperti kesempatan berprestasi dan bertumbuh
kembang, penghargaan atas prestasi kerja yang dicapai, pemberian tugas yang
cocok, pelimpahan tanggung-jawab yang penuh.
3. Teori
McClelland
Teori McClelland (teori motivasi yang berhubungan erat dengan
proses belajar).
q Ia mengemukakan bahwa kebutuhan individu
merupakan sesuatu yang dipelajari dari lingkungan kebudayaannya.
q Orang yang tidak pernah melihat dan
mendengar tentang televisi, tidak akan pernah membutuhkan televisi, dan tak
akan pernah termotivasi untuk memiliki televisi.
q Oleh karena itu motivasi, yang bersumber dari adanya upaya untuk memenuhi
kebutuhan, merupakan sesuatu yang dapat dipelajari dan diajarkan.
q Diantara begitu banyak kebutuhan manusia
McClelland membahas tiga jenis kebutuhan saja, yaitu:
1)
n‑Ach (need for achievement), yaitu kebutuhan
individu akan prestasi;
2)
n‑Aff (need for affiliation), yaitu kebutuhan
individu akan afiliasi
(pertemanan);
3)
n‑Pow (need for power), yaitu kebutuhan
individu akan kekuasaan.
q Tinggi
atau rendahnya tingkat kebutuhan seseorang akan menentukan kuat atau lemahnya
motivasinya untuk mencapai tujuan tersebut.
q Mereka
yang mempunyai n‑Ach tinggi lebih senang menetapkan sendiri tujuan hasil kerja
yang akan dicapai, dengan mengukur batas kemampuannya sendiri, membutuhkan
umpan balik yang cepat terlihat, kerja yang efisien serta bertanggung‑jawab
terhadap pemecahan masalah yang ada.
C. Teori
Proses
q Teori Proses mengenai motivasi berusaha
menjawab pertanyaan tentang bagaimana menguatkan (energize), mengarahkan (direct),
memelihara (maintain) dan
menghentikan (stop) perilaku individu
(Gibson et al, 1982).
q Vroom (1964) mengemukakan adanya dua
tingkatan hasil dalam se-tiap pekerjaan, dimana:
§ hasil tingkat
pertama berupa produk dari perilaku, sedangkan
§ hasil
tingkat kedua berupa peristiwa yang
ditimbulkan oleh atau sebagai dampak dari hasil tingkat pertama, misalnya bila seseorang dapat
menyelesaikan pekerjaannya dengan baik (hasil
tingkat pertama/produk perilaku), ia akan menerima promosi kenaikan pangkat
atau tambahan bonus (hasil tingkat ke
dua/dampak dari hasil tingkat pertama)
q Menurut Vroom, ada tiga konsep penting
mengenai hubungan antara hasil tingkat pertama dan kedua, yaitu:
1. Pertautan (instrumentality), dimana individu mempersepsikan bahwa hasil tingkat
kedua sangat terkait dengan hasil tingkat pertama, artinya tanpa hasil tingkat
pertama tidak mungkin terjadinya hasil tingkat kedua;
2. Valensi (valence), dimana individu dalam memutuskan pilihan
mempertimbangkan sekaligus hubungan antara hasil tingkat pertama dan hasil
tingkat kedua, misalnya kalau saya
memilih bekerja dengan prestasi kerja tinggi, saya akan mendapat promosi
kenaikan jabatan atau bonus;
3. Harapan (expectancy), dimana individu dalam memutuskan pilihannya disertai
dengan harapan bahwa hasil tingkat pertama akan memberikan dampak yang lebih
baik bagi hasil tingkat kedua.
Dengan memahami proses timbulnya
motivasi yang terjadi dalam diri individu, kita dapat memanipulasi perilaku orang untuk mencapai
tujuan yang kita inginkan.
VII. REFERENSI
1. Charles V. Larson, 1986, Persuasion:
Perception and Responsibility (fourth Edition), Wadsworth Publishing
Company, California.
2. Deborah Tannen,
1996, Seni komunikasi Efektif: membangun relasi dengan membina gaya
percakapan, (alih bahasa dra. Amitya Komara), PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
3. Joseph A.
Devito,1997, Komunikasi antar manusia (edisi kelima), Profesional Books,
Jakarta.
4. Larry King, Bill
Gilbert, 2002, Seni Berbicara: kepada siapa saja, kapan saja, dimana saja
(editor Tanti Lesmana), PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
5. Prof. Dr. Astrid
S. Susanto-Sunarto, 1995, Globalisasi dan komunikasi, Pustaka Sinar
Harapan, Jakarta.
6. R. Wayne Pace,
Don F. Faulos, 2002, Komunikasi Organisasi: Strategi meningkatkan kinerja
perusahaan (editor Deddy Mulyana, MA, Ph.D.), PT Remaja Rosdakarya,
Bandung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar